PERAN WORLD FOOD PROGRAM
TERHADAP KETAHANAN PANGAN INDONESIA
A.
Latar Belakang
Hubungan internasional adalah hubungan antarbangsa dalam segala aspeknya
yang dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional negara tersebut.
Hubungan internasional ini mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ekonomi
dan lingkungan hidup merupakan salah satu isu-isu Hubungan Internasional yang
mendapat perhatian lebih oleh para aktor Hubungan Internasional.
Seperti
yang kita ketahui bahwasannya krisis finansial telah terjadi di berbagai
belahan dunia. Di awal tahun 2008 bisa dikatakan sebagai periode yang suram
bagi dunia. Hal ini dikarenakan krisis keuangan di Amerika Serikat (AS) yang
dipicu oleh krisis subprime mortgage
(terjadi akibat macetnya kredit properti) pada medio 2006 tampaknya akan terus
berlanjut. Krisis telah mengunci miliaran rakyat miskin di dunia dalam
kesengsaraan, kekerasan dan perang, wabah penyakit, dan keterbelakangan budaya. Dampak
dari krisis finansial ini adalah terjadinya inflasi ekonomi terutama terhadap
bahan pangan. Tingginya tingkat inflasi yang tidak menentu tersebut akhirnya
mengakibatkan krisis pangan.
Selain
itu, kondisi lingkungan hidup secara global saat ini sudah mengalami perubahan
yang sangat signifikan. Seperti yang kita ketahui bahwasannya kondisi alam saat
ini tidak lagi stabil dibanding dahulu kala dan hal ini sangat berkaitan erat
dengan aktivitas negatif manusia di berbagai belahan dunia dalam
mengeksploitasi kekayaan alam secara ekstrim. Hal ini telah membuat alam
menunjukan kehebatannya pada manusia. Akibat berbagai aktivitas negatif manusia
tadi, terjadi bencana alam dimana-mana yang memakan banyak korban.
Kerusakan
lingkungan hidup ini dimulai dari maraknya pengerusakan hutan yaitu melalui
penebangan secara liar, sistem perdagangan berpindah, semakin luasnya pemukiman
penduduk, pengalihan fungsi hutan/lahan menjadi kawasan perindustrian,
pertambangan dan perumahan. Kerusakan lingkungan hidup ini justru banyak
dilakukan oleh pihak pengusaha (private)
ataupun investor yang ingin memperbanyak kekayaannya pada suatu daerah tertentu
melalui pembukaan pabrik-pabrik ataupun perumahan di kawasan hutan dan lahan
pertanian masyarakat. Banyaknya pengalihan fungsi lahan mengakibatkan luas
lahan untuk pertanian dan perkebunan semakin sedikit. Tidak heran bila bencana
kelaparan pun terjadi dimana-mana dan nantinya akan diikuti dengan krisis
pangan.
Di
samping itu, pertambahan jumlah penduduk yang terjadi secara terus menerus di
dunia hampir mencapai 7 miliar jiwa mengancam keterbelangsungan hidup manusia.
Bertambahnya penduduk secara signifikan ini menyebabkan ketersediaan pangan di
dunia termasuk Indonesia semakin menipis dan tidak mustahil jika dunia nanti
salah satunya Indonesia, akan mengalami krisis pangan dan berakibat bahaya
kelaparan mengintai diseluruh antero negeri.
Banyak
hal yang menyebabkan krisis pangan terjadi antara lain adalah pertambahan
penduduk yang semakin banyak, kerusakan lingkungan dimana-mana, konversi lahan
dan penurunan kualitas lahan pertanian, tingginya bahan bakar fosil, pemanasan
global dan perubahan iklim, kebijakan lembaga keuangan internasional dan negara
maju, serta regulasi kebijakan pemerintah yang terkait dengan pertanian turut
menjadi penyebab krisis pangan terjadi nantinya.
Akibat
atas krisis dan kelangkaan pangan dunia juga semakin diperparah dengan tindakan
beberapa negara produsen pangan utamanya padi yang membatasi bahkan
menghentikan permintaan impor dari negara lain. Sampai dengan akhir Maret 2008,
sebagaimana dilaporkan FAO, telah terjadi krisis pangan yang sangat serius di
36 negara dan 21 negara diataranya merupakan negara di benua Afrika yang
merasakan dampak paling serius bahkan menyebabkan terjadinya kelaparan kronis
dan beberapa kasus kematian (Mukti Aji, 2009).
Indonesia merupakan salah satu negara yang
mulai mengalami krisis pangan. Namun, menilik bahwa Indonesia negara agraris
yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani, sangatlah tidak mungkin
bila Indonesia mengalami krisis pangan. Krisis pangan di Indonesia lebih
merupakan dampak dari kebijakan pemerintah mengenai hasil pangan.
Sejalan dengan adanya krisis pangan dan krisis keuangan yang
telah melanda berbagai benua saat ini seperti yang terjadi di Amerika dan Eropa
yang terkena krisis finansial, di samping ancaman krisis pangan yang tengah
terjadi di benua Afrika. Maka Organisasi Pangan Sedunia (FAO/ Food and
Agriculture Organization), dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-31 tahun 2011,
mengingatkan kembali bahwa perwujudan ketahanan pangan dunia adalah tanggung
jawab bersama yang harus dilaksanakan bagi keberlanjutan peradaban manusia
(Tabloid Sinar Tani, 2011).
Dalam mengurangi dampak dari adanya krisis
pangan ini, banyak badan-badan dan organisasi dunia yang memberikan bantuan,
salah satunya adalah WFP. Badan ini merupakan organisasi bantuan program
bersama (joint programme) yang dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) dan FAO pada tahun 1963. WFP merupakan organisasi PBB yang pertama
mengadopsi suatu pernyataan misi yang diutamakan untuk mengurangi kelaparan
global dan kemiskinan. Misi dari WFP adalah menyediakan bantuan pangan apabila
dalam keadaan darurat dan mendukung pembangunan sosial dan ekonomi.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pada
penjabaran singkat di atas, maka dapat diketahui bahwa krisis finansial,
pertambahan penduduk yang semakin banyak, kerusakan lingkungan yang terjadi
dewasa ini diikuti dengan krisis pangan. Hal ini melatarbelakangi negara-negara
di berbagai belahan dunia mulai memikirkan ketahanan pangan di negara
masing-masing. Pangan merupakan kebutuhan primer setiap individu bahkan setiap
negara. Untuk itu, makalah ini akan membahas peran“World Food Programme terkait
ketahanan pangan di Indonesia”. Berikut merupakan rumusan masalah yang akan
dibahas di dalam makalah ini.
- Apa sajakah penyebab terjadinya
krisis pangan di Indonesia?
- Apa sajakah dampak terjadinya
krisis pangan di Indonesia?
- Bagaimanakah peran WFP terhadap
ketahanan pangan di Indonesia?
- Apa sajakah hambatan WFP dalam
menerapkan ketahanan pangan di Indonesia?
C.
Sebab Terjadinya
Krisis Pangan di Indonesia
Krisis pangan
merupakan suatu kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangannya.
Gejala krisis pangan ditandai dengan kelangkaan
stok dan melambungnya harga pangan. Kelangkaan stok tersebut telah
menyulut berbagai gejolak dan keresahan sosial.Berikut merupakan sebab
terjadinya krisis pangan di Indonesia.
1.
Pertambahan jumlah penduduk
Bertambahnya populasi penduduk di Indonesia
dikarenakan banyak sekali faktor diantaranya adalah pelaksanaan program
Keluarga Berencana (KB) yang semakin lemah. Hal ini terlihat pada ketersediaan
petugas lapangan Keluarga Berencana hanya 24ribu orang dengan ideal untuk
Indonesia sebanyak 41ribu orang. Akibatnya, populasi penduduk Indonesia
tahun 1920 tercatat sebanyak 49,3 Juta jiwa, dan pada tahun 1960-an penduduk
Indonesia mencapai 90juta jiwa. Terlihat bahwa dalam kurun waktu 30 tahun angka
penduduk Indonesia berlipat ganda.Selain itu, pertambahan populasi penduduk
Indonesia kembali melonjak tajam pada abad 21 sebanyak 237,6 juta jiwa berkisar
pertambahannya 30 juta jiwa per sepuluh tahun.
2.
Kerusakan lingkungan
Kerusakan lingkungan
dalam hal ini terkait dengan kerusakan lahan pertanian.Hal ini terjadi sebagai
hasil dari kebijakan pembangunan pertanian yang tidak memperhatikan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable
development).Selama ini petani didera oleh kebijakan peningkatan
produktifitas pertanian melalui penggunaan pupuk dan obat-obatan kimiawi dan
organik.Penggunaan pupuk dan obat-obatan yang seperti itu, bukan hanya
menciptakan ketergantungan, melainkan juga merusak lahan pertanian.
3.
Konversi lahan dan penuruan
kualitas lahan pertanian
Konversi
lahan terkait dengan alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman atau
industri, merupakan ancaman bagi ketersediaan pangan. Berdasar catatan
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), menyebutkan bahwa alih fungsi lahan
pertanian subur mencapai 30.000 hektar setiap tahunnya, sebagian besar adalah
lahan sawah yang beirigasi teknis, dan kebanyakan terjadi di Jawa (Hira Jhamtani,
2007). Sementara menurut Agus Susewo, Kasubdit Optimasi Lahan, Direktorat
Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Departemen Pertanian Republik Indonesia,
alih fungsi lahan pertanian mencapai 110 ribu hektar per tahun (Aksarasahaja,
2011). Berikut ini merupakan data konversi lahan produktif (Ferry Agusta, 2011).
- Lahan pertanian yang
tersedia sekitar 7,7 juta hektar. (kebutuhan 11-15 juta hektar).
- Kecepatan konversi lahan pertanian
100-110 ribu hektar / tahun.
- Produksi per hektar 4,6 ton
- Potensi kehilangan produksi padi
506.000 ton / tahun
4.
Tingginya harga bahan bakar fosil
Melambungnya harga
bahan bakar fosil yang disebabkan oleh menipisnya ketersediaan bahan bakar
fosil, berdampak pada penurunan produksi pangan.Saat ini, telah banyak penemuan
terkait pengalihan penggunaan bahan pangan menjadi bahan bakar organik atau biofuel.Pengalihan ini menyebabkan
penuruuanan jumlah produksi pangan untuk konsumsi yang berakibat pada
terjadinya krisis pangan.
5.
Pemanasan global dan perubahan
iklim
Perubahan iklim yang ekstrim sebagai
akibat dari pemanasan global, memberi andil besar bagi peluang tercipannya
gagal panen, dan puso.Pada masa peralihan iklim petani kebingungan untuk
memulai awal masa tanam.Ada kalanya petani pro aktif memulai masa tanam setelah
mendapat guyuran hujan satu atau dua minggu, namun terkadang setelah selesai
menanam bibit, ternyata hujan tidak turun lagi.Akibatnya bibit tidak dapat
tumbuh dan mati.
Ancaman lain dari perubahan iklim yang
ekstrim adalah musim hujan dan kemarau yang menjadi semakin panjang. Hujan yang
turun dengan intensitas tinggi, frekuensi sering, serta periode musim yang
panjang, berpotensi membawa banjir yang akan menggenangi dan merusak lahan
pertanian, berikut fasilitas infrastrukturnya. Sedangkan musim kemarau panjang
akan membawa dampak kekeringan, yang berpotensi mematikan segala tumbuhan
pangan jika tidak mendapat intervensi.
6.
Regulasi kebijakan pemerintah yang
terkait dengan pertanian
Salah satu kebijakan pemerintah yang sangat meresahkan petani-petani
Indonesia adalah impor pangan.Berikut merupakan faktor perangsang kebijakan
impor pangan menurut Kiki Rizkiyah (2011).
·
Kebutuhan dalam negeri yang amat
besar
·
Harga di pasar international yang
rendah
·
Produksi dalam negeri yang tidak
mencukupi,
·
Adanya bantuan kredit impor dari
negara Eksportir.
Terkait
dengan impor pngan khususnya impor beras, dapat kita ketahui bahwa beras impor
lebih murah dari beras lokal. Dari sinilah permintaan masyarakat nasional akan
beras impor terus meningkat lepas tanpa beban yang petani lokal mulai tergusur
dengan kedatanngan beras impor. Otomatis
para petani menjual tanah atau ladang persawahan milik mereka. Oleh
karena itu, tanpa disadari dari penjualan lahan pertanian maupun ladang
berimbas semakin berkuranganya lahan pertanian yang ada di Indonesia.Disamping
beras, ada beberapa komoditas pangan yang masih dimpor dan terus berlangsung,
yaitu:
No
|
Nama Komoditas
|
Kebutuhan / Tahun
|
1
|
Beras
|
2 juta ton
|
2
|
Kedelai
|
1,2 juta ton
|
3
|
Gandum
|
5 juta ton
|
4
|
Kacang Tanah
|
800 ribu ton
|
5
|
Kacang Hijau
|
300 ribu ton
|
6
|
Gaplek
|
900 ribu ton
|
7
|
Sapi
|
600 ribu ekor
|
8
|
Susu
|
964 ribu ton (70 %)
|
Berdasarkan
tabel diatas, terlihat bahwa Indonesia memang masih tergantung pada impor
pangan. Hal ini akan berdampak pada kemandirian Indonesia dalam penyediaan
bahan pangan bagi penduduknya sendiri. Untuk itu, disini pemerintah harus lebih
mampu menyikapi dalam pembuatan kebijakan terkait impor pangan.
D.
Dampak Terjadinya Krisis Pangan di Indonesia
Ancaman
krisis pangan global, antara lain ditandai dengan kelangkaan dan kenaikan
harga, semakin nyata dalam satu dekade mendatang karena laju pertumbuhan
penduduk dunia tidak bisa diimbangi dengan pertumbuhan lahan pertanian pangan.
Untuk menyelamatkan rakyat Indonesia dari krisis pangan ini, pemerintah sejak
kini harus bersiap mewujudkan kemandirian pangan tanpa bergantung pada pasokan
negara lain. Apalagi, seperti yang banyak diberitakan di berbagai media
nasional bahwasannya krisis ketahanan pangan yang diprediksi oleh pemerintah
bakal terjadi tahun 2017, sebenarnya mulai mengancam bangsa yang dulu dikenal
berhasil melakukan swasembada.
Adapun
dampak dari krisis pangan yang mulai dirasakan oleh seluruh penduduk Indonesia
yaitu meningkatnya harga-harga bahan pangan khususnya harga sembako di hampir
seluruh pasar tradisional di Indonesia, dan hal ini semakin menyengsarakan
masyarakat kecil. Seperti yang dikatakan oleh
metronews (5 Februari 2011) bahwa:
“Data Badan Pusat
Statistik menunjukkan tingginya harga bahan pangan sekarang ini. Dalam tiga
pekan terakhir, harga beras naik 12,36 persen menjadi Rp 7.500 per kilogram.
Minyak goreng curah naik 17,89 persen menjadi Rp 9.441 per kilogram, dan tepung
terigu naik 0,36 persen menjadi Rp 7.606 per kg. Sementara itu, untuk pertama
kalinya di Indonesia cabai rawit merah dijual Rp 100 ribu per kilogram.”
Faktor
penyebabnya sangat kompleks. Namun, bila ditarik benang merah, hampir bisa
dipastikan bahwa pangkal persoalan adalah kurangnya perhatian pemerintah pusat maupun
daerah terhadap sektor pertanian sehingga terjadi pembusukan di segala lini. Dengan
kenaikan harga ini, banyak masyarakat miskin yang tidak mampu membeli
bahan-bahan pangan tersebut sehingga mereka pun mengalami kelaparan. Ketika
banyak masyarakat yang semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan pangannya,
otomatis masyarakat tersebut akan kekurangan gizi seperti yang umumnya
menyerang anak-anak kecil. Dan yang lebih parahnya lagi adalah terdapat
penduduk yang meninggal dunia.
E.
Peran World Food Programme
(WFP) terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia
Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 mengatakan bahwa “ketahanan pangan
diwujudkan bersama oleh masyarakat dan pemerintah dan dikembangkan mulai
tingkat rumah tangga”. Apabila setiap rumah tangga Indonesia sudah mencapai
tahapan ketahanan pangan, maka secara otomatis ketahanan pangan masyarakat,
daerah dan nasional akan tercapai. Untuk itu, guna menciptakan ketahanan pangan
di Indonesia, maka Indonesia meminta bantuan kepada WFP.
World
Food Programme (WFP) adalah
bantuan makanan
cabang
PBB , dan terbesar di dunia
kemanusiaan
organisasi mengatasi
kelaparan di
seluruh dunia. WFP menyediakan makanan, rata-rata, untuk 90 juta orang per
tahun, 58 juta di antaranya adalah anak-anak.Ini adalah anggota dari
Grup United Nations
Development dan bagian dari Komite Eksekutif. WFP diatur oleh sebuah
Dewan Eksekutif yang terdiri dari perwakilan dari 36 negara anggota.
Josette Sheeran
adalah Direktur Eksekutif saat ini, ditunjuk bersama oleh
Sekretaris Jenderal PBB
dan Direktur Jenderal FAO untuk jangka waktu lima tahun dan mengepalai
Sekretariat WFP.
WFP berusaha untuk memberantas
kelaparan dan
malnutrisi ,
dengan tujuan akhir dalam pikiran menghilangkan kebutuhan untuk bantuan makanan
itu sendiri. Strategi inti di belakang kegiatan WFP, menurut pernyataan
misinya, adalah untuk memberikan bantuan pangan untuk
:
- Menyelamatkan kehidupan di pengungsian dan
situasi darurat lainnya.
- Meningkatkan gizi dan kualitas hidup
masyarakat yang paling rentan pada saat-saat kritis dalam kehidupan mereka.
- Membantu membangun aset dan
mempromosikan kemandirian orang miskin dan masyarakat, khususnya melalui
program padat karya karya.
Bantuan pangan WFP terkait dengan
ketahanan panganyang ditujukan untuk memerangi defisiensi mikronutrien,
mengurangi
angka kematian anak,
meningkatkan kesehatan ibu, dan memerangi penyakit, termasuk
HIV dan
AIDS, serta program padat karya
membantu meningkatkan stabilitas lingkungan hidup dan ekonomi serta
produksi pertanian. WFP memperoleh dana dari donasi pemerintah
negara-negara di dunia, perusahaan, dan donor pribadi. Selain itu, ada pula makananmembantu
meningkatkan stabilitas lingkungan dan ekonomi dan produksi pertanian
.
Program bantuan WFP di Indonesia pada
awalnya difokuskan pada bantuan pangan bagi masyarakat miskin perkotaan dan
masyarakat yang terkena dampak bencana dan konflik sosial. Saat ini, program
bantuan WFP yang dikoordinasikan oleh Menko Kesra, difokuskan pada bantuan
pangan bagi korban bencana dan perbaikan nutrisi bagi ibu hamil dan menyusui,
anak balita, dan penderita TBS.
Salah satu contoh bantuan WFP di Indonesia
adalah pada saat Indonesia mengalami bencana Tsunami dan masa pemulihannya di
Aceh dan Nias pada periode 2005-2008 yang bernilai lebih dari US$ 88 juta
melalui bantuan pangan dan penguatan kapasitas. Pada tahun 2009, kegiatan WFP
tetap difokuskan untuk wilayah timur Indonesia dan pedesaan. Program pada tahun
2009 tersebut mencakup bantuan pangan untuk anak sekolah; perbaikan gizi
melalui Posyandu; dukungan pangan untuk penderita TB; pembangunan infrastruktur
dasar masyarakat; dan kegiatan pengembangan kapasitas. Pada tahun 2008 yang
lalu, tercatat sebanyak 1,145 juta jiwa mendapatkan manfaat dari bantuan pangan
dan gizi WFP.
Berdasarkan laporan dari WFP, Indonesia
dinilai WFP tidak lagi dikategorikan sebagai donor dan "
recipient" seiring meningkatnya
status ekonomi Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah ke bawah (
low middle income country). Selanjutnya,
menurut Menko Kesra Agung Laksono terkait dengan laporan WFP bahwa “WFP
diharapkan untuk melaksanakan program penguatan ketahanan pangan di sejumlah
provinsi Indonesia, meningkatkan manajemen penguatan program beras untuk rakyat
miskin (raskin), serta memperkuat sistem logistik dari Satuan Reaksi Cepat
Penanggulangan Bencana di Indonesia.”
Sehingga untuk ke depannya, WFP akan
melibatkan berbagai negara untuk berkontribusi menjadi negara donor. Tidak saja
negara maju tetapi juga negara berkembang, karena kebijakan WFP ke depan adalah
bahwa negara yang berkontribusi (sebagai negara donor) tidak berarti menutup
kemungkinan untuk mendapatkan bantuan (sebagai negara penerima). Oleh karena
itu, seiring dengan semakin meningkatnya pembangunan Indonesia khususnya di
sektor ketahanan pangan, maka ke depan perlu adanya kajian untuk peningkatan
peranan Indonesia di organisasi ini.
F.
Hambatan World Food Programme
(WFP) terhadap Ketahanan Pangan di Indonesia
Walaupun bantuan yang diberikan WFP untuk Indonesia merupakan atas
permintaan dari pemerintah Indonesia, bukan berarti tanpa hambatan sama sekali.
Terdapat beberap hal yang menjadi penghambat bagi WFP dalam menjalankan perannya
di Indonesia.
1. Terbatasnya infrastruktur WFP
Infrastruktur merupakan point penting dalam penyaluran dan pemerataan
pangan di seluruh wilayah Indonesia.Apalagi Indonesia memiliki wilayah sangat
luas.Selain penyaluran dan pemerataan pangan, terbatasnya infrastruktur juga
terkait dengan pengiriman bantuan ke daerah bencana dimana daerah yang terkena
bencana sulit untuk diakses. Saat bantuan yang dikirimkan dalam bentuk bahan
pangan, jika terlalu lama dijalan karena terbatasnya infrastruktur maka bahan makanan
yang dibawa akan membusuk di jalan.
2. Kurangnya koordinasi antara WFP dan pemerintah
Indonesia
Kurangnya koordinasi ini terkait dengan penyaluran beras oleh pihak WFP
ke Indonesia.Selama ini WFP membantu pemerintah Indonesia menyediakan pangan
yang sifatnya hibah, dan bukan pinjaman.Ketika Indonesia dinilai sudah mampu
memenuhi kebutuhan pangan sendiri, WFP pun menghentikan bantuannya.Namun,
ketika Indoensia diserang krisis dan meminta bantuan lagi kepada WFP untuk
menangani rakyat miskin yang tidak dapat jatah beras murah dari
pemerintah.Namun, karena kurangnya koordinasi antara pemerintah Indonesia
sehingga bantuan dari WFP pun disegel dan diamankan oleh pihak Bulog.Hal ini
lah yang pada akhirnya malah merugikan rakyat sendiri yang tidak mendapat bantuan
pangan.
Kesimpulan
Krisis pangan merupakan salah satu isu penting
yang sering diperbincangkan baik itu dikancah internasional maupun di negara
kita sendiri. Krisis pangan merupakan suatu kondisi dimana kita tidak mampu
memenuhi kebutuhan pangan kita sendiri. Krisis pangan
terjadi antara lain dikarenakan pertambahan penduduk yang semakin banyak,
kerusakan lingkungan dimana-mana, konversi lahan dan penurunan kualitas lahan
pertanian, tingginya bahan bakar fosil, pemanasan global dan perubahan iklim,
kebijakan lembaga keuangan internasional dan negara maju, serta regulasi
kebijakan pemerintah yang terkait dengan pertanian
Untuk mengatasi krisis pangan dan menciptakan
ketahanan pangan di Indonesia, maka Indonesia bekerja sama dengan World Food Programme (WFP). Kegiatan WFP umumnya difokuskan untuk wilayah timur Indonesia dan
pedesaan yang jauh dari jangkauan pemerintah pusat. Peran WFP terhadap
ketahanan pangan di Indonesia mencakup bantuan pangan untuk anak
sekolah,perbaikan gizi melalui Posyandu, dukungan pangan untuk penderita TB,
pembangunan infrastruktur dasar masyarakat, dan kegiatan pengembangan
kapasitas.
Saran
Terkait dengan hambatan World Food Programme (WFP) terhadap
ketahanan pangan di Indonesia, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai
berikut.
1. Pemerintah Indonesia harus
membangun infrastruktur yang memadai. Hal ini terkait dengan pembangunan
ekonomi, sosial, budaya, kesehatan bahkan dalam hal penyaluran bahan pangan ke
seluruh wilayah Indonesia.
2. Pemerintah Indonesia harus
mampu menjalin koordinasi yang baik dengan organisasi internasional khususnya World Food Programme yang telah banyak
membantu Indonesia dalam hal ketahanan pangan.
Kerjasama
World Food Program (WFP) dengan Indonesia.